Diantara kita mungkin ada yang
sangat ingin mendaki gunung tapi keinginannya belum terwujud karena beberapa
hambatan misalnya belum perpengalaman, tidak tahu cara atau akses menuju tempat
pendakian, tidak suka atau tidak berani mendaki sendirian tapi tidak ada teman
yang bisa diajak mendaki. Untuk alasan ini ada solusinya. Kita bisa memakai
jasa guide pendakian atau
komunitas-komunitas pendaki atau mereka-mereka yang sedang mengadakan open trip pendakian. Saya akan berbagi
pengalaman saat mengikuti open trip
pendakian yang diadakan oleh PKBI. Selama di Tegal saya pernah ikut open trip di beberapa komunitas.
Masing-masing mereka ada yang bagusnya, ada yang kurang bagusnya. Masing-masing
punya plus minus. Di tulisan kali ini
saya membahas PKBI yang menurut subjektif saya adalah komunitas penyelenggara open trip yang banyak bagusnya.
Sekaligus saya sisipin cerita tentang saya ya.
Sebagai seorang karyawan, tanggal
merah atau libur nasional adalah waktu yang sangat berharga bagi saya. Apalagi
libur berderet berhari-hari. Wih..bahagianya.... Jadi begitu ada deretan
tanggal merah, lets conquer the world. Hiiyaaaa...
Tanggal 7 dan 8 Februari 2016
adalah deretan tanggal merah libur tahun baru imlek. I was going to mountain, tapi kawan-kawan saya mengajak ke Dieng. Tepatnya
ke Bukit Sikunirnya tok,
candi-candinya tok. Honestly, it doesn't interest me. Saya usul ke Gunung Prau, tapi ditolak secara aklamasi. Sayapun
memaklumi karena mendaki itu butuh banyak persiapan, apalagi untuk kawan-kawan
saya yang notabene belum pernah mendaki gunung. Okelah, demi mereka saya terpaksa nurut.
Mendekati hari H
rencana ke Dieng batal. Geudeug dah aslina.
Saya sudah mengabaikan beberapa open trip
pendakian demi kawan-kawan, eh malah merekanya membatalkan. Sekarang open trip-nya
sudah pada tutup!.
Tapi ya sudahlah, toh batal ke Dieng karena ada
alasannya. Mungkin ini kesempatan saya untuk kembali ke niat saya semula, ke
gunung. Tapi masalahnya saya tidak ada teman yang bisa diajak naik gunung. Jadi
saya bertekad akan mendaki sendiri saja. Saya pun searching-searching beberapa
gunung yang recommended
untuk pemula macam saya. Ternyata internet mempertemukan saya dengan info open trip
dari PKBI. What’s PKBI? Sungguh
embuh, saya nggak tau. Tapi
saya langsung daftar saja. Tidak peduli apa-apa. Kenapa saya nekat? Alasannya :
1. Saya cinta gunung sooo much!
2. Saya agak kecewa pada kawan-kawan saya
3. Saya rasa akan lebih aman mendaki dengan banyak orang
4. Saya masih agak takut mendaki sendirian karena pernah dibacok begal waktu mendaki di Gunung Geulis.
4. Saya masih agak takut mendaki sendirian karena pernah dibacok begal waktu mendaki di Gunung Geulis.
Ok sekarang kita ulas tentang PKBI melalui pengalaman saya
ikut pendakian bersama mereka.
Ketika saya nemu postingan foto tentang penmas
bersama PKBI dan cek tanggalnya cocok, saya langsung menghubungi contact person yang tercantum. Ada beberapa
nama dan nomer handphone tapi resolusi foto yang diupload
di sosmed itu terlalu kecil jadi
nomer-nomernya kurang jelas. Yang jelas cuma satu. His name is Ashim. I
call him Bang Ashim. Orangnya responsif,
penjelasannya cukup gamplang dan sangat “welcom”.
Malah untuk urusan pembayaran biaya penmas sebetulnya dia pun bersedia
menjemput dimanapun tempatnya. Tapi supaya tidak merepotkan akhirnya saya
memilih transfer via bank.
Dari sini saya tahu bahwa :
PKBI adalah komunitasnya orang-orang yang suka mendaki.
PKBI singkatan dari Pendaki Kota Bahari (loh mana I –nya? Maksa ya?
) I guess kalau singkatannya harus
sesuai per suku kata maka akan menjadi
PKB. Mirip singkatan partai. Jadi mungkin ditambahi I, secara vocal pun terdengar
lebih harmoni. Itu sih tebakan saya saja, betul tidaknya embuhlah.
Dua hari sebelum pendakian kita
diminta datang untuk acara technical meeting
di salah satu cafe. OMG, saya kaget waktu baca jarkomannya.
Di situ ditulis PENMAS MERAPI. What...Merapi??? Asli saya gak sadar kalau saya
daftar ikut penmas Merapi. Saya pikir saya akan ke Gunung Slamet ternyata ini
Gunung Merapi. Saya lihat lagi upload-tan
foto yang dulu, ternyata betul memang Merapi. Saya yang salah lihat karena di
otak saya kepikiran mau ke Slamet
dulu yang deket. Maka saya searching tentang Merapi, yaowoohhh... serem amat yak? Itu kan
yang kemarin ada yang nyemplung di
kawah karena foto selfie. OK forget it. Sekarang saatnya munculkan
lagi keberanian setelah sekian lama off
dari gunung.
By the way soal tempat Technical Meeting di situ disebutkan Boombu Hot, but I really-really didn’t know where it is. Makmumin aja ya, waktu itu kan saya masih baru di Tegal. Hehe alasan...padahal mah karena gak “gaul”.
By the way soal tempat Technical Meeting di situ disebutkan Boombu Hot, but I really-really didn’t know where it is. Makmumin aja ya, waktu itu kan saya masih baru di Tegal. Hehe alasan...padahal mah karena gak “gaul”.
Saat Technical Meeting
Saya datang ke Boombu Hot
sendirian. SEN-DI-RI-AN. Di cafe yang
baru pertama kali saya datangi saya clingak-clinguk
ke sekitar tapi tidak ada tanda-tanda ada pertemuan. Keep calm, saya cari tempat duduk dan mendapat posisi persis di
belakang dua perempuan berseragam batik biru yang sedang makan. Sepertinya
mereka karyawan yang baru balik kerja. Posisi duduk kami saling membelakangi. Segera
saya menghubungi Bang Ashim. Ternyata orangnya masih di rumah. Waduh... jam karet berlaku dimana-mana sodara!
Sekitar setengah sampai hampir
satu jam menunggu akhirnya meeting
terlaksana dan kelihatanlah orang-orangnya. Ternyata perempuan yang berseragam
batik biru yang di belakang saya tadi salah satunya adalah anggota PKBI.
Namanya Lacha. Dan, orang yang saya panggil Bang Ashim, he is younger than me. Almost
everyone in this group is younger than me. ALMOST. Gila...muda-muda banget
mereka. Sepertinya masih pada kuliah. Paling ada seorang-dua orang sih yang
keliatan sudah berumur, termasuk saya. Tampang mereka pun banyak yang kinclong dan bergaya kekinian. Apalagi yang perempuan:
kerudung pasmina terbelit, eyeshadow dan
lipstick, dan muka dipoles sedikit. Ada
juga yang pakai rok panjang. Yang laki-laki terlihat bersih, fresh, tidak sangar, bahkan ada yang
seperti ikhwan. Assalamu’alaikum, Akh. Astaghfirullah,
jaga pandangan. Hihi... jadi inget gaya para DKM di kampus. Tapi saya gak tau
ding yang di PKBI ini ikhwan atau
bukan. Intinya PKBI muda dan gaya.
Hari pemberangkatan menuju New
Selo
Kami berangkat Sabtu malam, meeting point jam 19.00 di SPBU Texin,
Dampyak. Sabtu siangnya sebelum pemberangkatan kami diingatkan oleh PKBI sudah
packing atau belum, dan sorenya pun dicontack lagi sudah otw sampai mana. Ini pertanda bahwa PKBI make
sure kesiapan keberangkatan para peserta penmas. Tiba di tempat meeting point saya langsung didaftar
ulang dan diberitahu kursi bus nomer berapa, dengan siapa teman sebelahnya,
masuk team berapa dan siapa-siapa
saja namanya. Ini berarti PKBI memiliki
koordinasi dan persiapan yang cukup matang.
Oya sebenernya ada kejadian yang sedikit weird sih. Waktu ke Texin saya minta diantar keponakan saya yang
perempuan. Keponakan saya ikut menemani
saya di Texin sekitar setengah jam sambil menunggu saya sholat Isha karena
peserta lainnya belum datang semua. Saat kami sedang duduk-duduk ada cowok yang mengajak ngobrol keponakan saya, dikiranya yang mau mendaki adalah keponakan saya.
Dalam hati saya berkata : “ Dude, are you blind ? “
Yang mau mendaki itu gue, GUU-WEE
! Ketahuan modus nih orang. Sudah jelas-jelas yang bawa carrier saya, yang pakai pakaian outdoor saya, yang registrasi saya, lah koq yang ditanya malah
keponakan saya? Hehe pasti modus.
Secara, my niece is beautiful. Banyak
yang tidak menyangka saya punya keponakan macam begitu bentukannya. Physically, we are very different. Kemiripan kami
hanya pada suaranya. Sama-sama fals. Hehe..
Ada yang bilang suara kami sama, lebih spesifiknya nadanya sama, intonasinya
sama, aksennya sama.
So, intinya
seperti hobby cowok-cowok pada umumnya, PKBI modus.
Tiba di New Selo
Tiba di New Selo, kami diberi
nasi 1 bungkus untuk sarapan, 1 bungkus lagi untuk bekal dan dua botol besar
air mineral, sekaligus check peserta.
Jumlah peserta yang ikut sekitar 60 orang. Sebelum mendaki kami pun dikumpulkan
per team. Masing-masing team ada penanggungjawabnya dari PKBI. That’s good. Inilah bentuk koordinasi
mereka. Tapi ada yang buruk yaitu ketika
start mendaki, hampir semua team
berjalan duluan, tidak ada yang membantu membawa logistik untuk semua pendaki. Seharusnya
logistik dibagi rata per team. Parah dah mereka. Otomatis sebagai team paling terakhir semua logistik
dibebankan pada kami. Ada yang bawa sayur, kantong kresek isi bla-bla-bla, dan sebagainya.
Perjalanan diawali dengan medan
pavin yang kemiringannya cukup mengagetkan. Nafas serasa cekak-cekik di ujung tenggorokan. Sampai-sampai Rini, salah satu
peserta penmas cengap-cengap dan
dioksigen. Ini pendakian pertama bagi Rini. Dia hampir menyerah, tapi team dengan sabar membimbingnya. Dia
ditangani dengan baik, disemangati dan digandeng supaya langkahnya tepat. Dia
kembali stabil dan semangat .
Sungguh perjalanan yang jackpot. Tracking Merapi bukanlah tracking yang mudah untuk para pemula. Hampir
tidak ada bonusnya. Tracking didominasi
oleh bebatuan dan tidak jarang kami harus climbing
kerekelan macam spiderman. Yang
hebat dari PKBI adalah mereka tidak ngoyo.
Mayoritas peserta penmas adalah pemula, bahkan beberapa diantaranya belum
pernah mendaki gunung sebelumnya. Kami mendaki dengan santai, capek - istirahat
- capek – istirahat, bahkan ada yang sempat tidur dulu, makan dulu, ngopi dulu.
Kami tidak digedag-gedag supaya
cepat. Mau istirahat kapan saya pun diperbolehkan, tidak ada peserta yang
ditinggal. Dan hebatnya lagi, tanaga beberapa PKBI ini macam kuli. Mereka
seperti porter tanpa bayaran. Yang
asik, dalam kondisi badan penuh beban pun mereka sempat-sempatkan bergoyang,
bernyanyi-nyanyi dangdutan macam biduan.
Team yang sampai duluan di Pasar Bubrah segera mendirikan tenda,
bahkan beberapa PKBI turun lagi untuk menjemput peserta-peserta yang belum
sampai Pasar Bubrah dan membantu membawakan carrier
mereka. Maka beruntunglah kami ikut mendaki bersama mereka. Dari 60 peserta
semua berhasil sampai ke Pasar Bubrah. Tahukah kalian, berapa biaya yang kami
bayar ke PKBI? Hanya 250 ribu rupiah. Yes,
saya katakan “HANYA”, karena itu nominal itu terbilang cukup murah. Kami tidak
dibebankan membawa tenda atau peralatan lainnya, cukup bawa perlengkapan
pribadi saja. Semua sudah beres. dari urusan transportasi, akomodasi, sampai
konsumsi. Kami tinggal terima beres. Sampai Pasar Bubrah tenda sudah berdiri,
dipersilahkan makan dan ngopi-ngopi. Dan kami pulang dengan selamat. Big applause untuk PKBI.
Tulisan ini bukan bermaksud untuk
mengunggul-unggulkan suatu komunitas, bukan pula promosi. Saya hanya berbagi pengalaman yang saya rasakan saat mendaki bersama PKBI, karena selain
PKBI saya pernah ikut ke beberapa komunitas lain yang lebih senior dan lebih
berumur dibanding PKBI namun cara kerjanya tidak sebagus PKBI. Saya rasa PKBI
perlu dicontoh yang bagus-bagusnya. Mereka muda, tapi koordinasinya mantap, cara kerja mereka keren. GOOD JOB, MAN!
Tiba di New Selo Minggu pagi |
ceweknya kurang satu nih. Nufus mana Nufus??? |
Ini siapa ya? goyang dulu, sodara... |
Bang Ris. Ini nih yang katanya baru off 6 tahun dari pendakian, keliatan kempas-kempisnya koq, Bang.. |
ada yang couple-an juga. |
Lu harusnya bayar porter, Ga. |
Sekarat sung |
masak bu karaoke? |
saluttt pengalaman mendakinya kak
BalasHapusThanks winny... Saya masih belajar.
Hapus